Senin, 13 Oktober 2008

Lawan Hegemoni Budaya Global

Revitalisasi Budaya Lokal Lawan Hegemoni Budaya Global

Hiruk-pikuknya masyarakat yang disibukkan oleh masalah kehidupan sehari-hari misalnya, maan, minum, mencari sebrakan (utang), dan pekerjaan melahirkan peradaban baru dalam masyarakat Indonesia. Peradaban yang menjadikan sistem ekonomi, sosial dan politik mengalami aa yang namanya loncatan perilaku kebudayaan. Budaya masyarakat kini dan yang akan datang tidak lagi ditentukan oleh nilai-nilai budaya warisan nenek moyang. Masyarakat yang terdiri dari anggota-anggota dan individu eksis hanya sekedar ingin bertahan hidup. Interaksi sosial di era sekarang ini telah melitnasi dimensi ruang dan waktu. Cara-cara komunikasi antara individu juga mengalami perkembangan dan perubahan secara pesat. Teknologi komunikasi digital yang canggih misalnya telah menjajah dan menjadi alat perubahan dalam komunikasi manusia. Komunikasi sudah tidak lagi milik bersama tetapi segala macam informasi di seluruh dunia dapat tersaji di depan mata kita dalam waktu singkat. Tidak ada namanya penguasaan informasi oleh kelompok tertentu segalanya terbuka dan jelas. Demikian pula budaya tidak lagi menjadi milik bangsa tertentu atau hak cipta negara tertentu. Budaya dari berbagai bangsa telah melebur dan saling tukar-menukar, berpindah-pindah dari negara yang satu ke negara yang lain. Kontrol negara terhadap pertukaran kebudayaan tidak dapat membatasi dan memaksa budaya bangsa menjadi milik sendiri. Mobilitas manusia yang sangat tinggi menyebabkan akulturalsi budaya dimungkinkan. Berbagai macam gaya hidup, pola makan, mode, cara berperilaku merupakan bagian budaya yang banyak berpengaruh dalam mengubah kehidupan manusia. Ironisnya, Indonesia sbagai ikon negeri multikultural belum banyak berperan dalam memberikan kejutan kebudayaan. Hasil-hasial kebudayaan di Indonesia yang nampak sekarang ini lebih banyak dipengaruhi oleh budaya global. Budaya yang bertitik tolak pada modernitas, kehidupan penuh warna, teknologi canggih,pakaian ngetren, dan makanan instant. Segala kegiatan manusia dimanjakan oleh adanya teknologi canggih, di satu sisi, kemajuan teknologi dan komunikasi membawa manusia bekerja lebih ringan, tetapi disisi lain kemajuan teknologi telah meninggalkan harmoni antara alam, manusia dan Tuhan. Budaya mausia Indonesia yang dulunya mengdepankan harmoni antara manusia dan alam dan bersinergi dengan spiritualitas. Saat ini telah tercampur-campur dengan kuatnya hegemoni budaya global yang membawa manusia jauh dari fitrahnya.

Budaya lokal sebagai salah satu contoh yang tetap eksis ditengah-tengah masyarakat seperti grebeg 1 syawal di Yogyakarta, pertunjukan burung bekakak di Gamping,acara pasar malam mbah demang di Guyangan, acara lelabuhan di pantai selatan, dan gamelan tradisional ala Yogyakarta belum menjadikan daya tarik masif bagi perkembangan kebudayaan nasional. Cara berpikir dan mentalitas masyarakat yang bergerak menuju ke cara pragmatis dan instant. Kondisi semacam inilah yang membawa budaya lokal semakin terkubur dan bangsa Indonesia menjadi pemuja budaya global dan terobsesi dengan keinginan menjadi kebarat-baratan. Oleh karena itu, tidak jarang kita lihat banyak salon kecantikan laris-manis didatangi para anak baru Gede (ABG) yang ingin memutihkan kulitnya, ingin menjadi bule Jawa, dan ingin tampil mewah serba wah. Mereka siap mengeluarkan uang berapa saja untuk tampil seperti nule. Salah satu catatan keberhasilan hegemoni budaya global menjadi pemenang saat ini ketika berhasil mempengarhui generasi penerus bangsa dan mendoktrin cara berpikir mereka untuk mengikuti mekanisme budaya global secara tidak sadar. Apapun cara yang dilakukan untuk mnegajak kembali generasi ini kembali ke fitrahnya sebagai manusia Indonesia jelas akan mengalami benturan peradaban tetapi aspek yang paling dimungkinkan adalah mengutamakan kembali budaya lokal sebagai sarana mengingatkan, menyampaikan pesan dan mengajak generasi penerus (anak muda, anak kecil dan pemuda) mencintai dan mau mempelajari budaya negeri sendiri.

Senin, 06 Oktober 2008

Budaya



Budaya Lokal dalam Gempuran Globalisasi


Tak kenal maka tak sayang pepatah ini nampaknya telah memberikan spirit bagi kita sebagai manusia berbudaya untuk saling mencintai tetapi apabila tidak ada yang dikenal maka tidak ada pula yang di sayang, ironis bukan, Negara seperti Indonesia yang mempunyai berbagai kekayaan budaya daerah, bahasa dan seni tradisional tidak pernah menampakkan gaungnya. Apa yang sebenarnya terjadi di negara yang bernama Indonesia ini?, dari sejarah budaya Indonesia. Budaya Indonesia dari generasi ke generasi telah mewarisi budaya yang tinggi, bebas dari intervensi luar dan berdaulat.dimensi budaya Indonesia (nusantara) yang banyak menonjolkan kreatifitas, spiritualitas dan visi masa depan manusia belum sepenuhnya tergali secara sempurna. Budaya lokal yang memberikan ruang lokalitas dalam peradaban masyarakat yang arif dan bijaksana. Di era sekarang ini malah mengalami reduksi pemaknaan. Misalnya, perubahan perilaku masyarakat terhadap kondisi dan situasi sosial memberikan banyak kebebasan dan pilihan dalam berinteraksi dan menjadikan makna dan simbol yang tercermin dalam budaya lokal menjadi tidak berfungsi dan bernilai sakral. Arus informasi dan globalisasi telah memarjinalkan budaya lokal. Proses marginalisasi tercermin dari kurangnya”gebrakan” masyaakat lokl terhadap pelestarian budaya bangsa. Lemahnya pemerintah dalam melakukan proteksi dan regulasi untuk menjaga dan melestarikan budaya Indonesia secara masif, disorientasi generasi muda ang lebih cenderung berpikir pragmatis-praktis, instant dan apatis membawa dampak pada budaya warisan nenek moyang Indonesia semakin luntur dan tergerus dari eksistensinya. Terus, bagaimana peran Negara, masyarakat dan generasi muda dalam melestarikan budaya lokal?

Negara mempunyai peranan besar dalam reinventarisasi budaya warisan nenek moyang kita karena Negara mempunyai kekuasaan dan perangkat-perangkat pendukung serta sistem yang bisa berjalan secara nasional. Posisi negara dalam pelestarian budaya local sebagai pihak yang bertanggung jawab atas maju mundurnya budaya nusantara di kancah internasional. Masyarakat yang lebih dekat dengan budaya bertanggung jawab dan berupaya untuk melestarikan secara turun-temurun. Sedangkan generasi muda dengan segenap kreatifitasnya melakukan modifikasi, promosi dan pembelajaran budaya bangsa agar tidak lupa dengan budaya sendiri di masa akan datang. Tren global yang saat ini merambah dunia ketimuran telah banyak mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup generasi muda sekarang perlu kita waspadai sebagai ancaman kebudayaan bangsa. Modernisasi fashion dan gaya hidup yang dapat kita lihat dengan maraknya berbagai fashion corner, butik, dan distro dengan berbagai model pakaian sedikit demi sedikit telah membuat generasi muda kehilangan identitas dirinya sebagai manusia Indonesia. Belum lagi, makanan instant dan impor telah membuat mereka menjadi target industri makanan cepat saji. Maka tidak jarang banyak generasi muda yang mati muda karena penyakit yang disebabkan oleh makanan impor. Perkembangan teknologi juga telah mencerabut ruang-ruang sosial yang dimiliki masyarakat menjadi bersikap individualistik. Banyaknya pusat-pusat permainan,warnet dan layanan komunikasi modern seperti HP dan e-mail semakin menjauhkan kita dari interaksi sosial yang komunal guyup, dan toleran. Kuatnya arus globalisasi di segala aspek kehidupan menjadikan cara berpikir manusia Indonesia lebih mengimpor cara berpikir orang asing tanpa ada kesadaran dan cinta budaya dalam negeri sendiri bangsa Indonesia akan kehilangan identitasnya.