Selasa, 25 Agustus 2009

WAWANCARA



LAKU PRIHATIN dan JANGAN SEWENANG-WENANG

Dalam kekayaan budaya jawa, kita kaya akan ilmu kawruh, salah satunya adalah ilmu kawruh Sastro Jendro Hayuningrat. Di dalam ilmu tersebut mengandung ajaran-ajaran positif yang menunjukkan sikap menghargai dan menghormati orang lain. Hal itulah yang paling penting saat ini yang mulai luntur di Negara kita, dan menyebabkan nilai-nilai kebangsaan kita pun nyaris musnah. Inilah cuplikan wawancara dengan Sarjono (63th), yang juga merupakan Ketua komunitas Sastro Jendro di Yogyakarta.

Sejak kapan belajar kawruh Sastro Jendro?

Sejak tahun 1981 sampai sekarang ini.

Yang dimaksud dengan Kawruh Sastro Jendro?

Sastro Jendro itu termasuk kawruh kejawen, dan merupkan kawruh tertua dalam ilmu kejawen lainnya. Kawruh kejawen itu sangat banyak dan meragam. Sejarahnya dulu yang mempunyai ilmu kawruh Sastro Jendro ini adalah Patih Gadjah Mada. Jadi, Sastro Jendro ini sudah ada lama sebelum Indonesia ini berdiri dan agama-agama mulai masuk ke Indoneisa. Bahkan, sunan Kudus pun mempelajari kawruh ini dan menggunakannya untuk menyebarkan agama Islam. Sastro jendro artinya tulisan, Jendro artinya menyembah, dan hayuningrat artinya rahayu slamet doanya akhirat ( selamat dunia akhirat). Jadi Sastro Jendro adalah ilmu yang mempelajari laku-laku yang benar dan membela kebenaran. Untuk mempelajarinya ada 5 pantangan yang tidak boleh dilanggar yaitu molimo atau 5 m, mabuk, main, maling, madat, dan madon ( mabuk, judi, mencuri, narkoba, dan main perempuan). Jika melanggar berat akibatnya.

Dengan nilai-nilai kebangsaan kita yang mulai luntur ini, menurut Pak Sarjono bagaimana?

Tahun 2006-2011 ini menurut kepercayaan jawa adalah tahun kalabendu, jadi banyak musibah yang terjadi di negeri kita ini, mulai dari bencana alam, maupun disebabkan oleh manusia, juga termasuk masuknya budaya luar yang menggeser nilai-nilai budaya kita. Padahal, budaya kita mengandung nilai-nilai luhur untuk saling menghormati dan menghargai, tidak Cuma pada manusia tapi juga alam. Alam pun ada dua, alam nyata dan alam gaib. Hidup itu untuk apa? Dari pernyataan ini saja kita bisa paham, bahwa kita tidak lama di dunia, jadi mau apa. Dengan demikian, pergunakanlah barnag yang ada, turuti dan patuhi aturan yang ada di dunia dan terakhir ingatlah bahwa nanti akan kembali menjadi tanah lagi.

Apa yang bisa kita lakukan saat ini?

Banyak laku prihatin dan jangan sewenang-wenang dengan orang lain. Artinya menghargai dan menghormati orang lain adalah kewajiban jika ingin hidup tentram dan damai.

(Dikutip dari RUAS edisi Januari th.V 2009, email: ruas@syarikat.org)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

thank ya mas kemaren udah ngunjungin blog ku, thank banget