Selasa, 12 Agustus 2008

Jepang 1

Makna Filosofis nama-nama orang Jepang

Pengantar

Salah satu identitas yang mudah dikenali tentang Jepang adalah penamaan orang Jepang. Begitu banyaknya jenis nama di dunia ini hanya orang Jepang yang tetap konsisten menggunakan nama kejepangannya. Apakah hal ini merupakan proses Jepangisasi?. Setidaknya ada dua alasan yang dapat mendukung mengapa orang Jepang tetap konsisten dengan nama mereka. Pertama, tradisi dan adat-istiadat Jepang yang masih kuat telah merasuki setiap jiwa generasi muda Jepang untuk selalu mencintai tradisi dan filosofi hidup mereka sepanjang hayat. Kedua,jiwa nasionalisme orang Jepang telah membawa nilai-nilai persatuan dan kesatuan akan kebanggan negeri sendiri menjadikan orang Jepang tetap sebagaimana adanya. Meskipun globalisasi dan demokratisasi mnemasuki ruang social dan kemasyarakatan orang Jepang. Tetapi identitas nama Jepang tidak pernah hilang.

Berbeda dengan Indonesia penggunaan nama-nama orang Indonesia yang berakar dari rahim kolonialisme menyebabkan pada masa kolonialisme orang Indonesia diberi nama oleh bangsa kolonial untuk tidak boleh banyak bicara, protes ataupun melawan. Misalnya nama sukiyem,rubiyem,mariyem,painem,paijem dan satiyem. Nama tersebut selalu berakhiran dengan huruf m. apabila dilafalkan huruf m selalu dengan mulut tertutup. Rezim kolonial tidak menyukai apabila para jajahannya banyak bicara. Mereka lebih suka melihat jajahannya untuk diam dan tutup mulut dengan demikian penjajah akan lebih leluasa memerintah apa saja.

Setelah rezim kolonialisme berakhir di Indonesia dan kran demokrasi dan globalisasi serta liberalisasi terbuka lebar di negeri ini. Proses penamaan orang Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Misalnya, anak orang Indonesia yang lahir sekarang ini sudah diberi nama seperti layaknya nama orang barat. Dengan penamaan orang barat identitas keindonesiaan semakin lama tergerus oleh arus globalisasi. Penggunaan nama barat yang pada umumnya digunakan oleh orang Indonesia seperti Brian, Tommy,Stephen, Jesika, Albert, Elisabeth, Sammy,dll menyebabkan orang sulit untuk membedakan orang barat dengan orang Indonesia berdasarkan nama mereka.

Pengaruh budaya barat yang sangat kental telah membawa dampak pada hilangnya identitas kultural penamaan orang Indonesia. Bagi orang Indonesia pemberian nama-nama asing kepada anaknya sebagai salah satu tuntutan modernitas dan zaman. Mereka tidak mau dianggap anaknya kampungan atau ndeso karena namanya tidak modern masih zaman dulu. Nama juga memberikan petunjuk dari status sosial mana anak tersebut. Status sosial dan modernitas menjadi salah satu alasan utama mengapa orang Indonesia memberikan nama kepada anaknya kebarat-baratan.

Dalam proses penamaan manusia tidak lepas dari dimensi ruang dan waktu. Kondisi geografis suatu Negara dan perkembangan zaman telah membawa konsekuensi logis terhadap perubahan penamaan orang. Hal yang menarik dalam studi filosofis tentang nama. Negara Jepang tetap menjadi fokus perhatian utama. Kajian budaya timur tentang sejarah penamaan orang hanya Negara-negara yang mempunyai nasionalisme yang tinggi yang konsisten menggunakan nama mereka sesuai dengan karakter bangsanya. Seperti Perancis, Jerman,India,Rusia, Korea,dan Jepang. Apa yang menjadi perbedaan diantara Negara-negara tersebut terutama Jepang adalah bahwa Jepang mempunyai keunikan yaitu orang Jepang mempunyai nama yang singkat dan tegas. Misalnya, Tanoto, Yasuo Fukuda, Shinzo Abe, Taro Aso, Ebihara dan Tsunoda. Susunan huruf abjad yang sederhana telah membuat nama orang Jepang mudah dikenali berbeda dengan Rusia misalnya. Nama–nama orang Rusia sulit di hafal dan dilafalkan karena lebih banyak menggunakan abjad yang kurang popular bagi orang pada umumnya seperti huruf Z,Y dan V.

Nama sebagai Identitas Kultural

Nama selain sebagai identitas manusia juga sebagai identitas kultural. Budaya membentuk struktur pemikiran manusia dan mendorong manusia menjadi manusia yang berbudaya. Setiap nama mempunyai pengertian yang bermacam-macam. Memahami arti nama seseorang dalam perspektif kebudayaan diperlukan perangkat analisis filsofis seperti epistemologi,axiologi, dan ontologi. Nama tidak semata-mata lahir dari suatu masyarakat yang secara kolektif membentuk citra manusia untuk menggunakannya. Salah satu aspek yang menonjol dimana budaya berperan dalam penamaan adalah hadirnya nilai tradisi dan etnisitas dalam masyarakat. Jepang memiliki akar sejarah kebudayaan etnisitas yang mendalam. Kebudayaan etnisitas yang berkolerasi dengan sistem kepercayaan Jepang telah memberikan makna filosofis akan hadirnya identitas nama-nama orang Jepang.

Kepercayaan yang telah lama terbangun menjadikan budaya Jepang mempunyai aksen sendiri untuk memiliki karakter nama yang digunakan oleh seseorang. Di Jepang gelar nama kebangsaan jarang disertakan di depan atau dibelakang nama asli seperti Kaisar Akihito atau permaisuri Michiko nama yang tertera sebagaimana adanya. Berbeda dengan di Indonesia, Gelar kebangsaan menjadi nama depan setelah nama sesungguhnya misalnya. Raden Ajeng (RA)Kartini, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jayawijaya, dan Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Hadinegara. Adanya nama gelar kebangsawanan menunjukkan derajat status sosial yang berbeda dengan masyarakat yang lain.

Bagi orang Jepang gelar kebangsawanan bukan menjadi hal yang signifikan seperti di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa Jepang merupakan bangsa yang egaliter menurut nama-nama Jepang.

Filsofi Nama-nama Jepang

Eksistensi manusia membentuk filosofi hidup yang pada hakekatnya membuka dimensi sosial dan budaya. Interaksi manusia sejalan dengan pola kebudayaan yang terbentuk dalam ruang dan waktu telah memiliki bagian tersendiri. Salah satu bagian dari pola kebudayaan adalah proses penamaan seseorang. Nama-nama Jepang misalnya, terbentuk bukan berasal dari akulturasi maupun asimilasi silang kebudayaan. Tidak seperti di Indonesia proses penamaan orang Indonesia banyak mengalami akulturasi dari pengaruh Arab dan Barat. Sedangkan Jepang lebih memilih pola sendiri dalam memberi nama.

Ada 3 nilai filosofis dalam penamaan orang Jepang. Pertama, bakti, nama-nama Jepang telah menunjukkan konsistensi dan sebagai wujud dari bakti kepada orang tua dan leluhur mereka. Bakti dalam pengertian umum adalah mengabdi dan mempersembahkan jiwa dan raga untuk suatu ketaaatan moral. Kedua, nasionalisme dan kebangsaan. Spirit nasionalisme telah menjadi gaya hidup dan filosofi bangsa Jepang. Suatu bangsa yang memiliki jiwa nasionalisme kuat karena latar belakang budaya dan kebanggaan atas penghargaan diri yang sejak lama sudah terpelihara dari generasi ke generasi. Ketiga, kesederhanaan, karakter nama Jepang yang tegas,pendek dan singkat menunjukkan karakter orang Jepang yang suka akan kesederhanaan hal ini tidak hanya terlihat dari namanya saja tetapi dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai perabotan rumah tangga orang Jepang yang tidak terlalu banyak memakan tempat. Tradisi Jepang yang lebih menekankan pada dimensi kearifan lokal membawa dampak pada penamaan orang Jepang yang tetap konsisten dengan bahasa dan kepribadian orang Jepang.

Tidak ada komentar: