Selasa, 12 Agustus 2008

Refleksi Kebangkitan Nasional

Refleksi Kebangkitan atau Kebangkrutan Nasional?



Seabad sudah kebangkitan nasional di negeri ini yang diperingati pada tanggal 20 Mei 2008 bulan yang lalu. Tetapi bagaimana dengan keadaan negeri ini, apakah sudah ada perubahan yang lebih baik. Seolah-seolah peringatan seabad hari kebangkitan nasional sudah dilupan oleh hiruk-pikuknya masyarakat yang sedang berdemo kenaikan BBM. Kita melihat masih banyak rakyat yang tidak terurus dan merasakan nikmatnya hidup di negeri yang merdeka. Negeri ini tampaknya penuh dengan ironi dan dirundung berbagai macam masalah yang tak kunjung selesai, mana ujung dan mana pangkalnya. Misalnya, akses pendidikan untuk generasi muda yang akan melahirkan para cendikiawan, pejuang dan negarawan seperti Budi Utomo, Soekarno, Hatta dan Ki Hadjar Dewantara tidak pernah dirasakan oleh generasi sekarang ini, mahalnya biaya pendidikan telah menjadi beban bagi rakyat kecil untuk bias menyekolahkan anaknya ketingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan yang mahal pada dasarnya telah menyalahi konstitusi negara yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke empat yang salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan pasal 31 ayat 2 yang berbunyi pemerintah mengusahkan dan menyelenggarakan suatu system pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-undang.

Momentum kebangkitan nasional kali ini harusnya dapat memberikan pencerahan terhadap visi kebangsaan untuk mengusahakan setiap generasi muda bangsa bangkit dan cerdas dengan mendapatkan pendidikan yang layak. Ironisnya, campur tangan negara terhadap pendidikan semakin tidak pernah dilaksanakan secara serius. Negara seolah-olah hanya sebagai agen alias makelar pendidikan bagi kelompok tertentu yang berpihak pada pro liberalsiasi dan komersialisasi pendidikan. Pembodohan tersistematis dalam dunia pendidikan di negeri ini telah membuat rakyat terpasung kreativitas dan daya nalarnya. Negara sudah tidal lagi bertanggung jawab secara penuh terhadap penyelenggaraan pendidikan yang mapan, terprogram dan berkelanjutan. Dari aspek politik, pendidikan merupakan komoditas yang harus diperjuangkan dan digalakkan secara massif untuk membangun visi Indonesia yang berdaulat, bermartabat dan sejahtera. Kebangkitan Nasional tidak hanya dimaknai sebagai momen sejarah lahirnya organisasi-organisasi pergerakan kemerdekaan tetapi bagaimana mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.

Di tengah-tengah arus globalisasi danliberalisasi berbagai sektor penting di negara Indonesia sudah banyak di jual ke pihak asing(asingisasi aset negara) dan salah satunya sector pendidikan itu sendiri. Mengamati arus pergerakan globalisasi yang begitu cepat telah membawa negeri ini menuju kebangkrutan dan kehancuran tersistematis. Bagaimana dengan peran negara saat ini?, realitas di lapangan menunjukkan secara jelas bahwa negara sudah tidak mampu lagi mengurus rakyatnya hal ini terbukti dari berbagai program pemerintah yang selalu gagal di tengah jalan misalnya, subsidi beras raskin, askeskin, jaminan sosial, subsidi BBM dan berbagai subsidi untuk rakyat satu per satu mulai dipeloroti. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri tanpa ada sedikit pun peran negara untuk melindungi rakyatnya dari ancaman globalisasi yang membawa pada kompetisi kapital dan dominasi the have people(orang kaya) terhadap segala akses pemerintah untuk orang miskin.

Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM adalah salah satu satu abad puncak kebangkrutan nasional. Kita tidak bisa menutup mata bahwa keadaan ekonomi,politik, sosial dan hukum di negeri ini masih carut-marut. Sendi-sendi dasar negara yang telah dibangun dari nilai kearifan lokal dan filosofi kebangsaan “Bhineka Tunggal Ika” semakin sirna di telan oleh arus globalisasi dan kerusuhan sosial. Bagaimana rakyat bisa berbicara tentang nasionalisme dan kebangkitan nasional apabila perut mereka lapar, pundi-pundi dapur mereka kosong dan persediaan makanan tidak pernah ada. Merenungkan kembali makna kebangkitan nasional yang di tandai dengan lahirnya organisasi Budi Utomo 20 Mei 1908 tidak lepas dari perjuangan untuk meraih kmerdekaan tetapi di era sekarang ini perjuangan dilakukan untuk merdeka dari tekanan asing, berdaulat di negeri sendiri dan berdaulat atas BBM dan bahan pangan. Saat ini rakyat mendabakan akan adanya kesejahteraan sosial, pemenuhan kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan dan papan yang melimpah dan hidup damai. Merunut akar sejarah, bangsa ini dilahirkan di negeri yang kaya raya. Negeri yang tidak pernah ditemukan di negara mana pun di planet bumi ini. Namun sayangnya, rakyatnya masih banyak yang terlantar, hasil bumi di negeri ini tidak pernah dinikmati oleh bangsa sendiri dan di jarah oleh orang lain.

Roh kebangkitan nasional telah pergi dari negeri ini. Rakyat dirundung banyak duka nestapa. Masalah semakin lama semakin menumpuk. Negara semakin tidak berdaya menanggung bebean yang semakin berat. Apakah ini yang dinamakan sebagai kiamat bangsa-bangsa. Generasi muda sebagai generasi penggerak perubahan mulai membisu dan tidak berdaya untuk mencari terobosan dan solusi keluar dari krisis kebangsaan. Krisis yang akan mengancam eksistensi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa telah melemahkan jiwa nasionalisme di era sekarang ini. Ditambah lemahnya kaderaisasi generasi muda untuk bangkit dari keterpurukan sekamin merapuhkan negara. Pada dasarnya peran negara dapat berjalan secara efektif dan efisien apabila generasi muda mampu menggali potensi-potensi kearifan lokal dan membangkitkan kekuatan nilai-nilai kebangsaan yang lahir dari budaya bangsa.

Momen kebangkitan nasional hendaknya menjadi kekuatan untuk melakukan gerakan yang lebih progrensif dan revolusioner. Tidak jelasnya fokus dan prioritas kebangkitan nasional sebagai cermin retaknya dasar-dasar negara. Jika kita menyadari tidak ada negara yang kuat tanpa ada generasi muda yang kuat dan berdaya juang tinggi, maka kita tidak tahu masa depan bangsa ini mau di bawa kemana. Sedangkan, generasi muda sekarang ini masih merasa nyaman dengan keadaan bangsa yang semakin terpuruk, moraltias generasi muda semakin merosot ditandai dengan perilaku yang menyimpang seperti seks bebas, narkoba dan perbuatan kriminal, miskin karya dan jarang mengaktualisasikan diri secara positif. Perbuatan dan perilaku generasi muda sekarang ini telah menjadi sorotan tajam di masyarakat dan media yang selalu menimbulkan pertentangan dan perdebatan karena generasi muda dianggap masih belum dewasa dan belum berbuat banyak untuk menyumbang kepada negara.

Membangkitkan generasi muda dalam mendukung kebangkitan nasional yang dicita-citakan dibutuhkan kekuatan batin kolektif yang besar. Bangsa ini harus diselamatkan dari keterpurukan, krisis moral dan kebangkrutan. Seabad kebangkitan nasional sebagai cermin terutama bagi generasi muda untuk berbuat lebih banyak melakukan tindakan yang positif dan beraktualisasi secara massif untuk pemulihan dan keselamatan bangsa. Keberhasilan pembangunan bangsa dan negara tidak dapat secara sepihak diukur dari lamanya kebangkitan nasional tetapi harus secara komprehensif melihat pergerakan seluruh elemen pendukung bangsa melakukan pembaharuan dan perubahan secara revolusioner. Ibarat kata pepatah “tak ada gading yang tak retak” bahwa segala sesuatu tidak ada yang sempurna pasti ada cacatnya, setidaknya kita belajar untuk memperbaiki kesalahan dan ketidaksempurnaan untuk menjadi lebih baik dan berguna bagi masa depan bangsa.

– selesai ---

Tidak ada komentar: