Kamis, 14 Agustus 2008

Refleksi tahun Baru

Ritual Tahun Baru,Ritual Kondom

Oleh
Wardi

Fenomena akhir tahun selalu memperlihatkan realitas kehidupan. Akhir tahun yang secara umum dihayati sebagai renungan dalam menapaki alur kehidupan masa-masa yang telah dilalui. Perenungan akan makna hidup yang telah dilalui dan berusaha mengintip rencana masa depan melalui perenungan itu. Perbuatan perenungan itu merupakan suatu esensi ritual tahun baruan. Akan tetapi nampaknya realitas itu sudah sedikit kabur hanya sedikit dari kita yang melakukan ritual itu. Di balik ritual yang sudah biasa dan bersifat spiritual keagamaan itu, ada sebuah pola ritual baru yang bersifat bertolak belakang dengan sifat keagamaan yaitu ritual yang bersifat hedonis. Ritual jenis ini dalam menyongsong tahun baru apalagi pas malam perayaan tahun barunya merupakan sarana atau ajang hura-hura dan pesta pora. Ritual ini dilakukan sebagai penghapus kepenatan hidup selama setahun yang sudah dilalui. Dengan iringan kembang api dan alunan suara terompet laksana uba rampe bagi ritual tahunan khas malam tahun baru.

Iringan itu seakan menyongsong detik-detik kehidupan baru yang akan segera menjelang. Ritual dengan pola sifat hedonis pada tingkat parahnya yaitu ritual seksualitas dalam bentuk free sex. Bentuk ritual baru tiap tahun baru ini merupakan suatu bentuk fenomena kehidupan bebas di kalangan masyarakat kita dewasa ini. Di mana batasan nilai dan moralitas sudah tampak pudar dalam jiwa-jiwa generasi muda modern sekarang ini. Sebagaimana pada perayaan malam tahun baru setahun yang lalu yaitu malam tahun baru 1 Januari 2005, diberitakan oleh salah satu media nasional menyatakan bahwa penjualan kondom meningkat drastik menjelang malam tahun baru 1 Januari 2005 dan ironisnya kalau tidak keliru lebih dari 80% pembelinya adalah angkatan muda. Ritual tahun baru selain sebagai ritual perenungan arti hidup juga menjadi ajang ritual hedonisme free sex dengan mediasi kondom alat pencegah kecelakaan (baca kehamilan). Ini sebuah cerminan bahwa pornografi dan pronoaksi bukan hanya sebatas perdebatan intelektual, hukum dan moralitas. Tetapi memang sudah menjadi bagian budaya umat manusia yang dikatakan sebagai umat modern. Apakah ini juga berarti suatu pembenaran secara tidak langsung mengenai kesimpulan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Iip Wijayanto yang menghebohkan dulu mengenai seksualitas di kos-kosan Yogyakarta.

Meskipun kita mengabaikan fenomena free sex di kalangan muda-mudi dengan menutup mata terhadap realitas yang mungkin masih bersifat samar dan hanya jelas bagi kalangan tertentu. Tetapi kita bisa melihat dan mencermati dari perayaan tahun baru sebelumnya ternyata memang tampak nyata bahwa perenungan ala ritual spiritual keagamaan sudah semakin kurang dan pudar. Bahkan yang tampak nyata adalah ritual ala hedonisme yang tercermin pada sikap hura-hura dan foya-foya. Fenomena ini setidaknya menjadi cerminan bahwa pengadopsiaan nilai-nilai budaya barat yang kita lakukan ternyata belum selektif dan bijaksana. Kita masih terjebak pada fenomena luar dari budaya mereka bukan pada nilai esesnsial budayanya. Semoga ritual kondom hanya sebatas desas-desus dan obrolan hiburan. Tetapi tidak mewujudkan dalam realitas yang sebenarnya sebagai realitas faktawi. Sehingga makna tahun baru tidak kering dari makna essensi-nya yaitu suatu malam perenungan tahun napak tilas ke masa lalu untuk belajar melek melihat masa depan penuh keoptimisan.(28/12/2005)

(Penulis adalah alumnus Filsafat UGM tahun 2006 saat ini tinggal di Bogor)

Tidak ada komentar: