Rabu, 13 Agustus 2008

Pendidikan Gratis di UGM

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN GRATIS DI UGM

Oleh

Dr. Purwardi, M.Hum

  1. Tekad Kuat

Dalam serat Rama karya Pujangga Yasadipura disebutkan dialog tingkat tinggi antara Prabu Rawijaya dengan anoman. Temanya perihal arti penting tekad kuat yang dapat mengantarkan sukses gemilang manusia dalam menggapai cita-cita luhur. Kutipan dan terjemahan disajikan demikian:

Yen waniya ing gampang

Wediya ing ewuh

Sabarang nora temaha

Gampang kalawan ewuh yen antebe dadi siji

Ingi pruwa nora nana

Terjemahan:

Kalau beraninya cuma mudah

Takut melangkah karena susah

Segala gagasan kandas di jalan

Mduah dan susah jika manunggla jadi Satu

Sebenarnya pengertian itu tak berlaku

Berkaitan dengan usulan untuk mewujudkan pendidikan gratis di UGM sesugguhnya kita tinggal memilih dua pernyataan pokok. Mudah atau susah? Bagi mereka yang memilih mudah untuk menerapkan pendidikan gratis, maka alasanya juga bisa dibuatkan asalkan kita punya itikad dan tekad yang kuat. Kita melihat bahwa UGM mempunyai area yang luas serta gedung-gedung yang beraneka rupa. Setiap tahun bisa menampung 5.000 mahasiswa. Dosen dan karyawannya berstatus PNS yang digaji secara layak oleh Negara,sesuai dengan jumlah bayarannya jauh di atas UMR. Biaya alat tulis kantor serta pemeliharaan fasilitas UGM ditanggung APBN. Ditambah program peningkatan kesejahteraan lain, para dosen dan pegawai UGM udah bisa menyelenggarakan hidup secara lancar dan wajar.

Khusus untuk kegiatan pengajaran dan pengembangan Fakultas Ilmu Budaya,Sospol,Ekonomi,Psikologi,Filsafat, dan Hukum, kalau dihitung-hitung pembiayaannya sangat murah. Tidak perlu pengadaan laboratorium yang menelan ongkos mahal-mahal. Selama ini kenyataannya memang demikian. Sebelas tahun lamanya saya kuliah di UGM, untuk program S1,S2,dan S3 dapat saya tempuh dengan harga yang terjangkau. Pengalaman kuliah yang terus menerus di UGM perlu saya bagi kepada orang lain, biar tidak sampai terjadi dugaan yang keliru mengenai jumlah pembiayaan. Singkat kata, pada masa depan pendidikan gratis itu harus menjadi kenyataan demi menyelematkan nasib generasi penerus.

B. Dominasi Para Simbah

Umur saya tahun 2007 ini menginjak 36 tahun. Dibanding dengan rata-rata usia mahasiswa sekarang yaitu 20 tahun, boleh disebut saya kaprenah pakliknya. Setiap kali melihat mahasiwa kesulitan membayar SPP, hati saya sungguh tertekan. Karena kenyataannya uang kuliah di UGM itu ongkosnya terlampau mahal. Tak terjangkau oleh mayoritas penduduk Indonesia yang kehidupannya masih dibelenggu oleh kemiskinan dan kebodohan. Padahal berdirinya UGM pada awalnya untuk melayani mayoritas warganya, sesuai dengan keberadan Universitas Republik. Re-kembali,Publik-Umum. Universitas Republik berarti harus lebih mengutamakan kepentingan umum.

Apalagi menyaksikan banyak siswa SMA yang sudah terlanjur diterima di UGM,tapi tidak lulus Unasnya,pikiran saya sangat terganggu. Coba bayangkan perasaan mereka dan keluarganya. Pasti malu dengan teman-teman dan tetangganya. Apakah logis UGM menerima pendaftaran siswa SMA yang belum lulus?, kenapa anak-anak kecil ini diajari bermain dengan melanggar aturan main?. Mereka menjadi korban permainan barang serius dibuat main-main,tentu hasilnya bukan mainan.

Kalau dibuat klasifikasi warga UGM terdiri dari 3 kelompok:

  1. Generasi simbah, yaitu pengelola UGM yang umurnya di atas 60 tahun. Mereka dulu memusuhi Orde Baru yang dianggap sebagai pemerintah yang tidak benar. Tapi cara-cara Orde Baru kini disempurnakan,ditiru, dan diteruskan. Sugguh lucu dan menggelikan.jangan sampai mereka dikatakan orang jarkoni,bisa ujar nanging ora bisa nglakoni.
  2. Generasi Paklik, yaitu perintis dan pelopor yang ingn memperbaiki UGM. Rata-rata usianya di bawah 45 tahun. Pada kenyataannya pakli-paklik ini kurang berwibawa di hadapan generasi simbah. Sampai sekarang paklik itu dianggap anak kecil oleh simbah. Lambat laun simbah pun akhirnya harus mengakui kebenaran yang diusulkan oleh generasi paklik.
  3. Generasi cucu, yaitu mahasiswa yang saat ini kritis dan ingin perubahan di UGM. Mereka berpikir logis,objektif, terbuka dan jujur. Nurani mereka adalah suara rakyat kecil yang nyaris tak terdengar. Kepada generasi cucu ini diharapkan terjadi perubahan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tidak boleh mengabaikan suara hati mereka.

C. Teladan Perjuangan

Pada masa revolusi perang kemerdekaan dulu Kampus UGM berada di Pagelaran Kraton Yogyakarta atas kemurahan Sri Sultan HB IX. Raja yang merakyat ini memberikan segalanya buat UGM secara gratis. Tanah, gedung dan biaya sumbangan oleh Sultan HB IX. Semangat berkorban yang tulus tanpa pamrih ini yang sebaiknya dikembangkan dan diteladani terus oleh pengelola UGM,tanpa kecuali.

Rektor pertama UGM, Prof Dr. Sardjito juga mengabdi kepada UGM tanpa gaji. Sekarang beliau pasti masuk surga,berkat amal jariyahnya. Suri teladan dari Sri Sultan Hamengku Buwana IX dan Prof Dr. Sardjito cukup menjadi bukti bahwa pengabdian tanpa imbalan sudah diamalkan oleh pendahulu kita. Ini fakta historis.

(Penulis adalah rektor Isbuja tinggal di Jl Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta)

Tidak ada komentar: